Showing posts with label quote. Show all posts
Showing posts with label quote. Show all posts

Friday, August 7, 2015

To Be Alive


Di beberapa momen yang indah, aku selalu berkata di dalam hati, “What a great time to be alive.”

Semuanya mudah. Berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan orang yang berada di belahan dunia lain kini semudah menekan layar sentuh di ponsel pintar. Menyebarkan berita atau pengumuman pernikahan kini semudah memasang foto terbaru di instagram dan jaringan sosial lainnya yang menjamur. Bingung mencari tahu cara membersihkan virus dari laptop? Tinggal meminta google mencari jawabannya untuk kita. Apapun yang ingin kita tanyakan, google bisa menjawabnya. Membeli baju dan melihat-lihat isi buku kini dapat dilakukan dari perangkat elektronik yang sama, yang mengijinkan kita untuk tak perlu mandi dan mengangkat kaki dari rumah.

Tapi di sisi yang lain, aku merasa khawatir. I am worried.

Kini bercakap-cakap dengan orang tak bisa semudah dulu. Kini semua orang – di stasiun, di halte, di toko, di jalan raya – semua sibuk dengan ponselnya masing-masing. Tak ada yang menengadahkan kepala untuk melihat dunia nyata. Semua menunggu dengan bosan, berharap tak ada yang mengajak berbicara, semua menggerakkan jarinya dan menggulir konten media sosial. Tak ada yang peduli. Tak ada yang ingin membuka pembicaraan.

Kini bercakap-cakap tak semudah dulu. Lima menit pertama ia menatap kita namun lima menit kemudian ia hilang memberikan Likes di foto-foto orang lain. Manusia di masa kini seperti dilatih untuk memiliki konsentrasi jangka pendek. Teori yang mengatakan bahwa manusia hanya bisa berkonsentrasi di 30 menit pertama mungkin haris direevaluasi kembali. Dengan banyaknya tombol dan notifikasi berhamburan, mereka tak tahan harus bercakap-cakap selama satu jam. Mereka tak tahan untuk mengabaikan segala macam bunyi dan pendar dari layar ponsel dan iPad mereka.

Kini bercakap-cakap tak semudah dulu. Kini orang-orang tak saling bertemu lagi. Bersalaman dan berpelukan tak lagi semengasyikkan snapchat dan ask.fm. Orang tak lagi saling mengunjungi untuk bersilaturahmi. Pasangan tak lagi menyempatkan diri untuk duduk bersama dan bercakap-cakap. Mereka didominasi oleh Line, BBM, dan Whatsapp. Emotikon dan huruf, tapi, tak akan pernah menggantikan ekspresi wajah dan sentuhan tangan yang biasa dipertukarkan.

Aku khawatir melihat manusia tak lagi membaca buku cetak. Dan ayah-ibu tak lagi bermain sepeda dengan anaknya, atau membawa mereka bermain di taman hiburan. Aku khawatir tablet telah menggantikan peran orangtua, in so many ways. Aku khawatir nantinya manusia tidak akan berkomunikasi satu sama lain, karena semua kebutuhan mereka dapat dipenuhi oleh satu perangkat canggih bernama teknologi. Kelas berisi 50 orang tak pernah sesepi ini, semuanya sedang sibuk dengan ponsel masing-masing sementara sang dosen sedang menerangkan panjang lebar. Tak ada yang mau menolong korban kecelakaan karena mereka berpikir itu adalah modus kejahatan terbaru, dan jika mereka menolong maka mereka akan ditodong. Dunia ini, berubah menjadi lebih baik dan lebih buruk di saat yang sama.

Dan kadang-kadang aku berkata dalam hati, “What a bad time to be alive.”

[F]

Thursday, July 30, 2015

MR: 13 Going on 30


Hai! Hari ini mau memulai sesuatu yang telah lama terpendam, yaitu menulis Movie Review/Recommendation. Kenapa movie? Simply because self-proclaimed I have a pretty good taste in movies. Hahaha. Mungkin karena hobi nonton film dan baca buku, jadi lama-lama terbiasa ngeliat alur cerita, karakter, plot, dan sebagainya.

So, the first movie I want to review is “13 Going on 30”


Ini salah satu film favorit yang udah ditonton berpuluh-puluh kali. To be honest, kayaknya aku udah hafal sama skenario dan lines dari masing-masing karakternya.

Film ini keluar tahun 2004, udah cukup lama sih emang. Ceritanya ada seorang anak perempuan namanya Jenna Rink (Jennifer Gardner) yang lagi berulangtahun yang ke-13. Kayak anak-anak remaja lainnya, Jenna pingin cepet jadi wanita dewasa. Pingin bisa pakai make-up, jadi cantik, punya boobs, punya pacar ganteng, dan sebagainya. Dia bertemen baik sama cowok gendut bernama Matty Flamhaff (Mark Ruffalo). Karena dia pingin banget jadi populer, dia terpaksa harus hang out sama cewek-cewek populer typical American movie (serba-pink, bitchy, blonde). Salah satunya yaitu Lucy Wyman (Judy Greer). Tapi mereka ga pernah bisa menerima Jenna dan malah nyuruh Jenna untuk ngerjain PR mereka. Lucy dkk. bahkan ngegodain Jenna sama Matt. Singkatnya karena Jenna desperate, dia akhirnya frustasi dan ngamuk-ngamuk di balik lemari. Waktu itulah ada wishing dust yang bisa mengabulkan permintaan, yang akhirnya bener-bener ngebawa Jenna ke masa depan, waktu dia umur 30 tahun.

Si Jenna seneng setengah mati karena turns out semua yang diinginin ketika dia masih muda tercapai. But it comes at a cost. Thirty-year old Jenna doesn’t speak to her parents anymore, doesn’t hang out with Matt anymore. She turns into someone with bad attitude. Tapi Jenna pingin berubah, dan pingin berteman lagi sama Matt, mungkin malah lebih dari teman. Sampai dia akhirnya sadar kalau waktu ga bisa seenaknya diputerbalik.

What I love about this movie: it’s honest, and fun, and we all can relate to this story. Sebagai cerita drama komedi, banyak adegan yang bikin kita ketawa liat tingkah Jenna. Dia tiba-tiba dansa ala Michael Jackson, atau makan permen di sela-sela rapat. Akting Jennifer Gardner keliatan alami, gak terkesan dibuat-buat. Mark Ruffalo juga sama, aktingnya natural, cool, dan ga terlalu ekspresif.

Dansa Thriller ala Michael Jackson
Character-wise, orang-orang yang ada di film ini bisa kita jumpai di kehidupan sehar-hari. Anak kecil yang ga sabar jadi dewasa, kelompok populer dan kelompok nerd, rekan kerja yang bitchy, bos yang gay, dll. Gak ada perbedaan kutub protagonis dan antagonis yang terlalu lebar. Kalau biasanya di film kita bisa benci banget sama karakter antagonis, disini enggak. Karena semuanya logis, gak ada karakter yang tanpa motivasi apapun terus tiba-tiba jadi super menyebalkan.

Plot-wise, I’m gonna give 7.5 out of ten. Ketika liat film ini, kita kira-kira udah dapet gambaran ceritanya akan berjalan kayak gimana. Tapi ada twist menarik di bagian ending yang bikin jadi less predictable. Ada adegan-adegan yang bisa dipotong, kayak misalnya ketika Jenna nyanyi-nyanyi sama anak kecil. Naik-turunnya terjaga, walaupun ga bisa dibilang ada faktor “Wow”nya. Tapi ceritanya sangat nostalgic dan bisa bikin kita senyum-senyum sendiri inget waktu jaman jatuh cinta SMA.

Message-wise, well aku percaya kita bisa selalu belajar dari sebuah film. Semua cerita ada pesan moralnya kan? Dan kalau ga ada, then it’s a pure useless entertainment. Ada beberapa hidden message yang bisa didapet setelah nonton film ini sih. Pertama, it is never too late to become a better person. Jenna membuktikan dia bisa berubah dari karakter dia yang dulu. Dua, sometimes what we dream of is not really what we need. Cowok terganteng di angkatan Jenna aja akhirnya jadi supir taksi di New York. Jenna udah dapetin semua yang dia mau sejak kecil, tapi ternyata itu ga sepadan kalau dia harus kehilangan orangtua atau sahabat baik dia. Tiga, be careful what you wish for!

So overall, it was a fun and romantic movies! An easy watch. Kalau belum pernah nonton, go ahead rent the DVD, I bet you’ll like it!

Director: Gary Winick
Writers: Josh Goldsmith, Cathy Yuspa
Stars: Jennifer Garner, Mark Ruffalo, Judy Greer

PS: Hey, if you want to read my review about certain movies, please put it in the comment box and I’ll review it ;)

[F]

Friday, July 17, 2015

Waktu


Waktu tak membohongi
Satu insan pun yang berusaha mengingkari
Dengan kamu disana dan aku disini
Jauh memang, tapi tak pernah sejauh ini

Pada jam dua pagi, angin malam menyapa
Membuat aku menggigil
Tapi menggigil bahagia
Kamu tahu betapa cintanya aku pada kedinginan
Jauh lebih cinta pada bulan
Dibanding matahari

Tawa membuat semuanya hangat
Menghembuskan tambahan oksigen
Menghela napas panjang
Ah, bahagia begitu sederhana
Sesederhana lengkung bernama senyum
Bersama orang-orang tersayang
Sesederhana cekikik nyaring
Pada lelucon garing
Tradisi yang sungguh familiar
Dan di saat yang sama, membuat rindu berulang-ulang

Rasanya lengkap
Tapi kamu membuatnya kurang
Kamu pernah ada, kamu pernah menyempurnakan

[f]


Thursday, June 18, 2015

Biggest Fear

Do you really want to know what my biggest fear is? Not that I will fail my marriage, or not being able to find someone worth-marrying-for, or having a decent life and not the super-rich one, none of them are my biggest fear.

My biggest fear would be: not being able to chase after my dreams. Whether or not I manage to get those dreams are completely different story. But I have this one life. This one chance. And I’m not about to blow it by living ordinarily. My biggest fear would be: Marrying someone and regretting that very decision. Marriage is not a must, that is often forgotten. Marriage is a choice and unless there’s super special person that can assure me that “together” is far better than “alone”, I will not take that choice.

My biggest fear would be: sitting in my office cube, doing the same thing everyday in my life, browsing the latest travel photos and wallpapers, convincing myself that I, too, can experience that one day. I want to see and explore the world. I want to expand my knowledge and my self. And that can’t be done by sitting in the office cube, doing reports, obeying the boss. If we do not have big enough dream, we’ll end up working so hard to fulfill someone else’s dream.

My biggest fear would be: not having time to do my favourite things, reading books, going on an adventure, escaping every now and then. Life shall be full of impromptu journeys and laughs, jawbreaking sceneries and events, thrilling sneak-out and road trips.

Oh, what whould it be if all our teenage dreams and ambitions are gone to waste? What if we live the life, the same ordinary way with 7 other billion people? What if at the end of our life, we look back and regret the chances we did not take?

That would be my biggest fear, of all.


[f]

Paradoks


Kamu adalah sebuah paradoksikal lucu.
 Aneh. Tapi aku tak bosan bilang padamu.
 Kamu seperti ingin putih namun separuh dirimu sudah hitam.
 Seperti ingin jadi berandal walau setengah hatimu tak tega jadi jagal.
 Kamu seperti ingin terbang padahal kakimu mengayuh lincah di dasar kolam.
 Ingin marah, tapi senyummu sudah temaram.

Kamu adalah pengecualian yang aku buat.
 Agar orang tak curiga melihat gelagat.
 Karena yang nyata tak sama dengan apa yang terlihat.
 Mudah, bersamamu selalu mudah.
 Mulai masak, tertawa, belanja, hingga bekerja.
 Bersamamu tak ada yang sia-sia.
 Jadi tinggallah, jadi paradoks yang aku butuhkan.
 Niscaya aku akan buat kamu bahagia.
 
[f]

Monday, August 4, 2014

Universa



Halo universa ! Lama tak jumpa.
Akhirnya minggu-minggu ujian selesai jua.
Hampir letih aku.
Ingin percepat waktu.
Untuk membebaskan diri dan mencari cerita.

Malam ini aku bertemu lagi denganmu.

Halo universa, tak ada yang banyak berubah.
Aku masih sayang padamu.
Dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Masih rindu angin malam.
Dan suara jangkrik.
Dan gradasi langit yang perlahan menguning.
Dan kesunyian yang kamu janjikan padaku.
Tempat merenung, tempat berdiam diri, tempat berpikir.
Gelap gulita, bahkan bisikan pun seperti menoreh warna.
Hampir terdengar detak jantungku.
Yang diam-diam melembut karena pangkuanmu.


Halo universa ! Aku akan menghadapi 3 bulan yang penuh kisah.
Ayo kesini dan temani aku.
Dan sambut aku setiap kali aku lari dari dunia nyata.
Kita bersahabat kan, aku dan kamu?
Kamu adalah pelarian yang tak terganti.
Terbaik dari segala ciptaan homo sapiens.
Selamat liburan.
Dan selamat belajar, universa.
Aku pamit.
Tapi tidak pulang.


03.06.14
[F]


The Fault in Our Star (Late Post)



Hallo ! I haven’t written for a while in this blog. Hah! Aku kangen. Tapi hari ini aku baru keluar dari bioskop dengan pipi sembap dan mata merah. Baru aja selesai nonton TFIOS. I am that kind of person who always wants to compare the book version with the movie version. And frankly, there is only few movies that could really light up my expectations upon the book. THIS IS ONE OF THEM.

Aku udah lama banget nunggu TFIOS ini nongol di bioskop. Seharusnya awal Juni udah masuk, ternyata hari ini baru keluar. Waaah, senengnya akhirnya bisa nonton, tapi entah ada apa hari ini bioskopnya super penuh. Mungkin karena Transformer lagi premier kali ya, sampe dibuka 6 studio tadi.

I had a very high expectation about TFIOS, especially because I have read the book and I’ve fallen in love with the story. It’s quite simple actually, isn’t it? Two extraordinary girl and boy who suffered from cancer tried their best to live up longer and pursue their dream. Oh God, but the way John Green tells us about their story is absolutely sophisticated. His words are beautiful. I love how he points out something simple yet go unnoticed such as while he’s using the ciggarrette metaphor. You know? When you put the killing thing in your mouth but you don’t give it the power to kill you. I just love it.

Yang bikin film ini keren adalah : Pertama, aktornya cocok. Shaillene Woodley dan Ansel Ergort make a cute couple. Ergort’s sense of humour is very entertaining. Kedua, gak ada adegan penting yang dipotong dari buku. Yapp, memang versi film TFIOS lebih pendek dan gak detail, tapi overall alur ceritanya sesuai sama yang ada di buku. Gak ada perasaan “kehilangan” suatu adegan penting atau yang memorable (unlike Harry Potter, for instance). Last but not least, TFIOS mengeluarkan semua kalimat-kalimat berkesan yang ada di versi bukunya. I was seriously surprised because not all the movies do so. Aku merasa bahwa kata-kata John Green yang ada di buku itu indah sekali, dan bahwa versi filmnya pun harus meng-quote kata-kata dia. Because that’s what makes it sooo touching. Jadilah akhirnya aku nangis tersedu-sedu di bioskop. :’) 

Here are some quotes from TFIOS:
1. That’s the thing about pain. It demands to be felt.
2. Maybe “okay” will be our “forever”.
3. I love you the way you sleep : slowly, then all at once.
4. I want more numbers than I’m likely to get. And God, I want more numbers for Augustus Waters than he got. But Gus, my love, I cannot tell you how thankful I am for our little infinity. I wouldn’t trade it for the world. You gave me a forever within the numbered days, and I’m eternally grateful.
5. She is so beautiful. You don’t get tired of looking at her.
6. You don’t get to choose if you get hurt in this world. But you do have some say in who hurts you. I like my choices. I hope she likes hers.


Friday, June 13, 2014

Balancing Life


It’s so much easier to master one stuff at a time. Di antara bermain, belajar, bergaul, menyendiri, berdoa, berjalan-jalan, berolahraga, mengajar, menulis, berdiskusi, rapat, mudah sekali untuk menyisihkan satu kegiatan demi kegiatan lainnya. Mudah sekali untuk mengabaikan sebagian besar dan fokus pada beberapa hal yang kita prioritaskan. Damn right it is.

Yang susah adalah bagaimana mempertahankan keseimbangan dalam hidup. Yap, hidup membuka ribuan kesempatan emas setiap hari. Lika-liku yang tepinya tak berujung. Persimpangan yang selalu baru. Satu pilihan dapat mengantarkan kita ke jalan yang sama sekali baru. Mudah memang untuk secara konstan belajar dan belajar terus menerus. Lama kelamaan belajar menjadi kebiasaan, kemudian menjadi kebutuhan. Kemudian kita menempatkannya dalam nomer pertama prioritas hidup kita. Dan melapangkan dada untuk merelakan yang lain tidak terurus. Kita tidak meluangkan waktu untuk berolahraga, untuk menulis, untuk berdoa, bahkan. Tapi ada hal baiknya pula, bahwa lama kelamaan belajar menjadi hal termudah yang dilakukan. We’re being good at it. We’re being expert.
But reality does bite, ketika kita menjadi amat pintar dan adiktif pada kegiatan belajar, kita kehilangan waktu untuk mengukir kenangan dengan teman-teman terdekat. Kehilangan waktu untuk berpergian ataupun bersenang-senang barang sejenak. Dan kita selalu lari, kembali pada apa yang membuat kita nyaman, kita kembali ke meja belajar dan duduk mempelajari buku tebal untuk pelarian. Mudah bukan?

Yang susah adalah mengolah 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu itu ke dalam wadah yang bisa memuat kesemua kegiatan. Meluangkan waktu untuk bermain, belajar, bergaul, menyendiri, berdoa, berjalan-jalan, berolahraga, mengajar, menulis, berdiskusi, dan rapat. Tidak ketinggalan satu pun. Susah sekali memang, tapi yang susah bukan berarti tidak mungkin. Waktu adalah milik kita sepenuh-penuhnya. Waktu juga lah yang akan membuktikan apakah kita benar-benar bisa menggunakannya dengan baik. Waktu setiap manusia sama, tapi ada manusia yang menjadi milyarder dan ada manusia yang overdosis obat-obatan. Ada manusia yang memecahkan rekor dunia dan ada manusia yang kerjanya mencopet pusat perbelanjaan. It’s up to us.

Jadi, aku pilih yang kedua. Yang walaupun kadang mataku bengkak karena tidak tidur, atau kadang terkapar berhari-hari karena kegiatan dan kesehatan tidak sinkron, atau kadang ingin jambak-jambak rambut karena deadline dan pekerjaan berlarian mengerjar. Tapi bukankah itu kunci kebahagiaan? Tentang keseimbangan dalam hidup. Entahlah. Aku rasa iya. :’)

05.05.14
[F]

Thursday, June 12, 2014

Should Not We?


Shouldn’t we be tired by now? Shouldn’t we be fed up?
 By those fake smiles and shallow conversation.
 By those fake friends and lousy relation.
 By those critics from narsistics.
 By those praises from flatterer.
 By those silly sweet words and futile touch
 And the love you think worth taking granted for
 While the other side thinks it’s only for fun
 And you want to settle
 But they want to be free

Shouldn’t we be tired by now?
 Shouldn’t we be fed up?

12.06.14
 [F]

Wednesday, May 28, 2014

KSMPMI



Terima kasih. Kita adalah keluarga tanpa perikatan darah. Tanpa kontrak dan tanpa janji apapun. Kita satu, karena kita mau.
Selesai lagi setahun yang penuh cerita dan pelajaran berharga. Sisa satu, yang terakhir. Aku masih ingat saat-saat ketika pertama kali aku mengisi namaku dan mengikuti wawancara pertama untuk masuk dalam KSMPMI. Aku ingat aku membicarakan tentang Rohingya dan tentang Suriah. Konflik berkepanjangan yang hingga kini pun masih ada. Aku ingat tatapan kagumku pada orang-orang yang ada di dalamnya. Para koordinator dan para kakak kelas. Betapa inginnya, melanjutkan jejak mereka.

Time flies, indeed. Dua tahun ini betul-betul dua tahun yang penuh dengan kesan. Dengan pelajaran baru dari orang-orang hebat. Aku banyak belajar dan menerima pengalaman dari orang-orang ini, yang begitu rendah hati dan kaya wawasan, namun mau berbagi ilmu dan berkembang bersama-sama kami. Selangkah demi selangkah kami tapaki bersama-sama. Hari Kamis untuk Socratime dan hari Rabu untuk diskusi internal. Hampir selalu di tempat yang sama. Pertukaran pikiran yang diselingi percakapan penuh canda. Selalu hangat, selalu menyenangkan. Setiap pertemuan rasanya seperti sedang berkumpul bersama saudara, dan bukan terasa seperti rapat.

Aku tidak lupa bagaimana KSMPMI sedikit banyak merubah cara pandangku terhadap berbagai hal. Something I don’t earn from classroom. Aku merasa seperti mahasiswa sungguhan, yang berdiskusi berjam-jam tentang hal yang sering dianggap remeh temeh oleh sebagian orang. Aku bisa memahami hal-hal yang dulunya aku hindari, topik tentang Timur Tengah misalnya. Hahaha. Being in this organization encourages me to always improving myself. Bahwa di atas langit mash ada langit, dan kita tak boleh sombong. Sama sekali tidak. Akan selalu ada seseorang yang datang dan membuktikan bahwa kita pun bisa salah, kita pun bisa kalah. It also teaches me to speak up my stance. Bahwa kita harus berani bicara. Harus berani punya prinsip dan tak sekedar dibawa kata kemana-mana. Bahwa kita berani stand up for something. Tapi di saat yang sama, kita juga tidak takut untuk dikritik dan ditantang dari perspektif yang berbeda.

Sungguh, aku sudah mendapatkan banyak sekali hal dari KSMPMI ini. Jauh lebih banyak dari apa yang aku dapatkan di ruang kelas. Dua tahun aku telah mendapat, kini setahun terakhir mungkin adalah saat yang tepat untuk memberi. Memberi kontribusi terakhir untuk KSMPMI, membalas dengan penuh apa yang telah diberikan. Saatnya untuk mengembalikan.

Memang tak ada awal yang tak ada akhir. Tak ada mulai yang tak ada selesai. Kini saatnya melanjutkan karya dari kakak-kakak, menjaga titipan yang mereka minta. Tamen non cesta. Perjuangan belum berakhir! :”)