Friday, March 28, 2014

Tiga Pagi di Tengah Ujian


Semua bisa terjadi pukul tiga pagi.
Sebuah waktu yang mengundang perenungan.
Bagiku yang nokturnal, tiga pagi berarti klimaks.
Saat ketika semua pikiran tercampur dan teraduk tak karuan.
Saat ketika ide dan gagasan gila berloncatan keluar.
Saat ketika menitikkan air mata tanpa sadar,
atau tertawa samar,
akan dimaklumi.
Saat mengingat dengan sedikit nyeri,
pada waktu yang tidak hendak tinggal.

Tiga pagi artinya menjadi ada ketika semua orang tak ada.
Terjaga ketika semua orang terlelap.
Dan semuanya bisa terjadi pukul tiga pagi.
Seperti, kita memulai perjalanan ini. .

22.03.14
 [F]

Proud Moms


Ma, aku hari ini ketemu Ibu cantik bermukena biru, di tempat fitness-ku. Lalu dia menyapaku dahulu, menanyakan aku kuliah dimana. Lalu dia bercerita bahwa anaknya juga lulusan Parahyangan, dan sekarang sudah jadi diplomat. Aku terpekik senang. Sejenak lupa pada masa ujianku dan tertegun melihat binar di matanya ketika berbicara tentang anaknya yang begini dan begitu. Lalu dia mendoakan agar aku pun segera lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang aku mau. Aku mengangguk mantap dan berkata, “amin!’

Ma, ketika Paskah yang lalu aku bertemu seorang sosialita di gereja. Wanginya sermebak, pasti dari parfum yang harganya beberapa juta. Rambutnya disemir dan sekaligus di-curly, hpnya keluaran terbaru. Lalu dia menyapaku. Dan bercerita juga bahwa anaknya berkuliah di jurusan dan universitas yang sama denganku. Kata ibu yang ramah ini, anaknya sekarang sedang berlibur di Eropa, sebagai hadiah dari kerja kerasnya di salah satu bank internasional. Dan bahwa dia amat bangga atas segala prestasi anaknya semenjak sekolah. Aku mendengarkan dengan seksama, betapa menyenangkannya. Eropa, dia pun mimpi terbesarku. Dan ratusan juta orang yang lain.

Ma, aku harap tiga atau empat tahun lagi mama akan mengalami hal yang sama. Mama mau cerita apa? Aku harap semoga mama bisa cerita bahwa mimpiku untuk melanjutkan kuliah di Inggris sudah tercapai. Dan bahwa aku bisa kerja dan menghidupi diriku sendiri. Dan bahwa aku masih seperti gadis kecil yang mama antarkan ke gerbang sekolah bertahun-tahun lalu. Yang berubah hanya tubuh dan wajahku. Kesemuanya, semangat, mimpi, cita-cita, cinta, dan karakter, masih terukir dengan baik. Aku harap mama bisa cerita bahwa aku telah berkeliling ke negara-negara. Membuka wawasan kepada hal-hal yang baru, mendapatkan pengalaman yang terkadang sulit untuk didapat orang lain. Aku harap mama selalu berbaik hati menyapa gadis-gadis kecil yang seumuran denganku, yang masih mencari jati diri dan menentukan apa yang ingin ia lakukan dalam hidup. Aku harap mama mendorong mereka untuk menjadi sukses dan tidak tergantung pada pasangan hidup mereka. Biar binar di mata mama memotivasi mereka, seperti yang telah terjadi padaku.

Ma, aku harap mama akan menceritakan tentangku dengan rasa bangga. :’)

19.03.14
 [F]



Friday, March 14, 2014

Sore Ini


Hari ini aku menjadi kecil lagi.
Menjadi sederhana.
Melepas sepatu dan merendam kakiku dalam genangan air hujan.
Rasanya menyenangkan sekali.
Aku tidak pernah lupa.
Ketika SMA aku selalu suka melakukan ini.
Bermain di bawah hujan.
Walau ekor kudaku tepis kena tempias.
Dan sesekali aku harus berjinjit menghindari batu-batu tajam.
Dan menahan tawa ketika orang-orang yang melihat geleng-geleng kepala.
 “Ngapain atuh neng ujan-ujan…” begitu katanya.
Ibu hanya belum tahu seberapa menyenangkannya.
Berjalan menembus amuk awan.
Dan untuk sesaat merasa…
Bebas!


14.03.14
[F]