Monday, June 29, 2015

Goodbyes


What is it with goodbye that scares us the most? What is it with the words goodbye that crack us to tears and sadness? Why is it that we always believe that goodbye means we will break down and never be happy again?

Perpisahan itu selalu menyakitkan. Dan kalau ada orang yang bilang there is such thing as beautiful goodbye, I will punch him right in the face. Berpisah dengan orang itu berat. Bukan karena untuk sementara kita ga akan ketemu dengan dia. Bukan karena untuk sementara kita akan sendiri. Tapi karena kita ga tau berapa lama lagi sampai perjumpaan mendatang. Mungkin sehari, mungkin sebulan, mungkin setahun, atau mungkin dia ga akan ada lagi. Mungkin bagian dia di jalan cerita hidup kita sudah selesai. They have done their parts.

Here is the thing. We never know when the last good bye is. We could have said good bye to our ex-boyfriend but in all of a sudden we could run into him in the bookstore. Life has its own maze to avail us meet people from the past. Here is another thing, aku pernah lihat video yang mengajarkan bahwa manusia sekarang (homo sapiens) punya otak yang jauh lebih besar dari manusia jaman dahulu kala (homo javanicus). Salah satu bagian otak yang berkembang adalah otak bagian depan, yang memungkinkan kita untuk merasakan sesuatu yang belum atau akan kita rasakan. Kita punya bayangan akan masa depan, manusia kuno tidak pernah merasakan pengalaman itu.  

Misalnya gini, ketika kita bilang kita pingin ayam goreng, otak bagian depan kita memberikan kita bayangan dan gambar ayam goreng itu. Harum, crispy, warna keemasan, enak. Jadi tanpa ragu kita akan langsung gas motor dan pergi ke ayam KFC terdekat. This is the simple example. What it has to do with our feeling is, ketika kita mengucapkan perpisahan dengan orang lain, bukan momen perpisahan itu yang bikin kita nangis. Bukan karena kebersamaan selama beberapa hari/bulan/tahun yang harus berakhir. Yang bikin kita sedih adalah karena otak depan kita membayangkan the future without this person. Ketika nenek kita meninggal misalnya, yang membuat kita sedih adalah: “ga ada lagi nenek yang selalu masakin sup kesukaan”, “ga bisa lagi cerita-cerita dan jalan-jalan”, “Nenek ga bisa dateng ke wedding aku”. You see? Those kind of thoughts are the reflection of our future. We are sad because our brain is reflecting how our future will be without them.

So the thing about goodbye is pretty simple, actually. Right after watching that video, I began to realize what I’ve done wrong all this time. I keep picturing my life without them and I forget to be grateful WHILE THEY ARE HERE, in my life. I keep being sad knowing that we may separate and I forget to be in the moment. To enjoy the time we have. And when it is the time to say goodbye, you should remember that the pain is caused by the brain, which is trying to project something which has not happened yet. That’s how you’ll survive every goodbyes.
[F]

Thursday, June 18, 2015

Biggest Fear

Do you really want to know what my biggest fear is? Not that I will fail my marriage, or not being able to find someone worth-marrying-for, or having a decent life and not the super-rich one, none of them are my biggest fear.

My biggest fear would be: not being able to chase after my dreams. Whether or not I manage to get those dreams are completely different story. But I have this one life. This one chance. And I’m not about to blow it by living ordinarily. My biggest fear would be: Marrying someone and regretting that very decision. Marriage is not a must, that is often forgotten. Marriage is a choice and unless there’s super special person that can assure me that “together” is far better than “alone”, I will not take that choice.

My biggest fear would be: sitting in my office cube, doing the same thing everyday in my life, browsing the latest travel photos and wallpapers, convincing myself that I, too, can experience that one day. I want to see and explore the world. I want to expand my knowledge and my self. And that can’t be done by sitting in the office cube, doing reports, obeying the boss. If we do not have big enough dream, we’ll end up working so hard to fulfill someone else’s dream.

My biggest fear would be: not having time to do my favourite things, reading books, going on an adventure, escaping every now and then. Life shall be full of impromptu journeys and laughs, jawbreaking sceneries and events, thrilling sneak-out and road trips.

Oh, what whould it be if all our teenage dreams and ambitions are gone to waste? What if we live the life, the same ordinary way with 7 other billion people? What if at the end of our life, we look back and regret the chances we did not take?

That would be my biggest fear, of all.


[f]

Paradoks


Kamu adalah sebuah paradoksikal lucu.
 Aneh. Tapi aku tak bosan bilang padamu.
 Kamu seperti ingin putih namun separuh dirimu sudah hitam.
 Seperti ingin jadi berandal walau setengah hatimu tak tega jadi jagal.
 Kamu seperti ingin terbang padahal kakimu mengayuh lincah di dasar kolam.
 Ingin marah, tapi senyummu sudah temaram.

Kamu adalah pengecualian yang aku buat.
 Agar orang tak curiga melihat gelagat.
 Karena yang nyata tak sama dengan apa yang terlihat.
 Mudah, bersamamu selalu mudah.
 Mulai masak, tertawa, belanja, hingga bekerja.
 Bersamamu tak ada yang sia-sia.
 Jadi tinggallah, jadi paradoks yang aku butuhkan.
 Niscaya aku akan buat kamu bahagia.
 
[f]

World is Meant to be Traveled


Halo! Salam dari ibukota. Hari ini Tuhan menampar aku di muka. Ya, Dia seolah mengguncang badanku untuk bangun dan kembali ke realita. “Falen, where have you been?” Orang-orang selalu bilang bahwa ada hal yang bisa disyukuri setiap hari. Dan hari ini – seperti juga banyak hari lainnya – aku merasa bersyukur. Bersyukur dan ditampar.

Bersyukur -> aku bersyukur karena aku diberi kesempatan untuk belajar banyak hal. Aku bersyukur aku diberi kepekaan, kerendahan hati, kemampuan akademik yang cukup untuk melalui masa-masa wajib belajar. Aku bersyukur diberikan orangtua lengkap yang sangat sayang padaku, yang me-Line aku setiap hari untuk sekedar tau kabar. Aku bersyukur diberikan teman-teman yang – bukan banyak, namun – sangat baik padaku. Mereka yang sepaham, sejalan, dan membantuku untuk menjadi manusia yang lebih baik. Aku bersyukur, karena Tuhan membuat aku ingat untuk bersyukur.

Ditampar -> Hari ini aku dapat tugas dari tempat kerja untuk melakukan riset terhadap para blogger-blogger dan celebgram terkenal di Indonesia. Dan disitulah kisah pembelajaran ini bermula. Aku menelusuri internet lebih dalam dari platform blog harian dan sosial media. Kemudian aku menemukan orang-orang seperti Amrazing, EatandTreats, people who literally live for food and traveling. Mereka bisa berkeliling ke banyak negara secara gratis. Bayar pakai apa? Pakai modal tulisan dan jiwa petualang, kreativitas, perbedaan, keunikan, diri yang autentik. Dulu aku selalu merasa there is no such job. Tidak ada pekerjaan yang menyuruh kita untuk jalan-jalan atau mencoba makanan baru. Tapi hari ini aku menemukan yang senyata-nyatanya. Aku merasa sangat terpecut. Aku belum ada apa-apanya, masih anak manja yang minta uang pada mama untuk makan di cafe-cafe hedonis. Masih suka mengeluh panas, mengeluh lapar, masih benci menabung dan malas bangun pagi. Masih selalu berpikir “Ah, nanti juga tiba waktunya kerja. Sekarang nikmati saja.” Aku masih ada di mentalitas seperti itu. Karena itu makanya Tuhan menamparku. Supaya aku bangun dan mulai melakukan sesuatu.
Setiap orang bisa bahagia. Itu adalah formula paling universal di dunia. Tapi cara kita mendefinisikan bahagia itulah yang akan mencerminkan seperti apa hidup idaman yang kita mau. Menurutku, bahagia adalah ketika aku bisa berjalan-jalan melihat bagian dunia yang lain. Dengan gratis, kalau perlu. Aku ingin berkelana dengan bebas, bertemu dengan orang yang tak sebahasa denganku, yang tak tahu Indonesia itu dimana, atau Falen itu siapa. Aku ingin mencoba hal-hal baru. Aku ingin bungee jumping di New Zealand, makan pasta di Itali, menonton festival cahaya di India, menjelajah safari di Afrika Selatan, naik balon udara di Capadocia, singgah di Maccu Pichu, naik ke Burj Khalifa, dan masih banyak lagi. Aku tidak percaya Tuhan menciptakan dunia sebegitu luas hanya untuk ditinggali saja. World is meant to be traveled.

Jadi aku sangat senang setelah ditampar tadi. Biar aku tahu bahwa hidupku ini bukan untuk main-main saja. Bukan untuk mendapat uang sebanyak-banyaknya kemudian tinggal di mansion mewah sendiri, dengan mobil yang tiap hari ganti. Tuhan ingin bilang bahwa kita perlu keluar dari negara masing-masing dan bertemu saudara kita di tempat lain. Tuhan menyesal karena manusia membuat garis batas antarnegara yang tak tampak. Hai Tuhan, I hear you :’) Aku akan ingat bahwa semua hal itu mungkin. Jika bahagia adalah berkelana, maka aku harus berusaha untuk mewujudkannya. Harus, harus berhasil. Karena Tuhan menciptakan kamu luar biasa.

[f]