Ceritanya bergulir
dengan perlahan namun pasti. Tapi ia tak ingin mendengar, tak ingin merasa, tak
ingin berada di sana. Ia tahu kemana semuanya akan menuju, dan karena itu ia
mencoba berbelok, selagi bisa. Ia selalu berharap kehidupan tak menipunya. Ia selalu
berharap Tuhan merestui mimpi-mimpi indahnya. Namun ketika awan gelap
menggantung, dan kemudian terisak-isak, apa yang bisa ia lakukan selain
bersandar dan berduka. Ia ingin pergi dan keluar, ingin kembali ke masa-masa
ketika harapan tumbuh dan mekar dengan indah. Belum berani beranjak dan
menyerah. Ia tahu mungkin masih ada celah untuk percaya. Maka ia katupkan
tangan dan berdoa. Membisikkan kata-kata sederhana pada Tuhan yang terlalu ia
puja. Ia tidak bertele-tele, tidak banyak berbasa-basi. Ia tahu Tuhan tahu apa
yang ia mau. Maka air matanya tetap mengalir, seperti jarum jam malam itu yang
berjalan seirama. Dan bisiknya menggemakan rona dalam kamarnya yang sunyi dan
dingin. Tuhan....panggilnya. Dan beberapa menit berlalu tanpa ia sadari, larut dalam
perbincangan dengan Tuhan dan dirinya sendiri. Ia tak mampu marah, tak mampu
berteriak, tak mampu mengeluh. Hanya berdoa. Semoga Tuhan mendengar
kata-katanya. . dan ia bangkit, kembali ke peraduan yang nyaman dan memejamkan
mata. Berharap esok hari datang, dan hidup mengajak berbaikan. . .
No comments:
Post a Comment